NYANTRI?
“Astagfirullah
telat sekolah”, setelah bangun dengan rasa panik lalu kulihat jam ternyata
sudah menunjukkan jam 17.45 WIB dan aku baru ingat bahwa aku tadi tidur siang.
Setelah dikagetkan oleh tragedi barusan lalu aku berusaha menguatkan badanku yang
masih dalam keadaan setengah nyawa untuk segera melaksanakan sholat dzuhur dan
ashar, setelah terlaksana sudah kewajibanku lantas aku segera mandi agar bisa
mengikuti sholat magrib berjamaah di mushola dekat rumahku. Sepulangnya dari
mushola ternyata umiku (ibuku) baru pulang dari ruko tempat beliau mencari
rezeki dengan berjualan batik, ya umiku memang seorang pekerja keras dan
penyabar yang sangat baik. Keadaanlah yang memaksanya untuk menjadi tulang
punggung keluarga karena abiku (ayahku) sudah tak mampu lagi melawan kanker
parunya lebih lama lagi sehingga abiku meninggal di saat aku masih berumur 3
tahun.
Yah itulah sedikit potongan kisah hidup yang
menyedihkan dari diriku, lantas setelah mencium tangan lelah umi aku
mengajaknya masuk ke rumah agar bisa segera beristirahat, sambil kupijat tangan
dan kaki umiku yang pegal umi bertanya tentang keseharianku
“Gimana
ngapain aja hari ini, tadi hari terakhir UN kan”, “iya mi akhirnya UNnya
selesai juga, tadi habis pulang ya langsung tidur mi soalnya gak ada kerjaan
sih, dan sudah legaaa semoga nilaiku memuaskan ya Mi..” jawabku sambil
bergelyut manja di lengan umiku yang menenangkan.
Secara tak
sadar ternyata pertanyaan umi tadi berhasil membuatku berpikir dalam dan membuatku sedikit mulai galau……
“Oh pasti
capek ya habis UN, gimana udah milih mau lanjut sekolah dimana?” “Lah iya mi
aku lupa belum cari-cari sekolah yang sekiranya bagus”
lantas
umiku memberi usulan padaku “Bagaimana kalau sekolah SMAnya mondok aja, biar
belajar mandiri dari sekarang”
Kakak
perempuanku pun tiba tiba saja menyahuti obrolanku dengan umi di ruang tengah
“Iya dek mondok aja kayak mbak kemaren, enak kok”
Sebenarnya aku juga pengen masuk pesantren tapi
sebagai anak yang paling manja aku sebenarnya enggan berpisah dengan umi “Aku
juga sebenernya pengen mondok mi, cuman aku gamau jauh dari umi” kakakku
kembali menyahuti “ah dasar manja…. “ namun umi mampu memberi nasihat yang
sangat menentramkan hati “gapapa nak, umi bakal sering sering nelpon buat nanya
kabar atau kalau umi lagi ga ngajar atau lagi gak ke toko umi bakal sesekali
mengunjungi” ya umiku juga seorang guru di sekolah MTs tempat aku sekolah dulu
“Baiklah mi aku akan mondok, bismillah semoga istiqomah”.
Akhirnya tibalah waktu dimana aku akan
berangkat ke pondok hanya dengan diantar umiku, ah umiku memang seorang
perempuan yang sangat tangguh. Sumpah hatiku dari tadi berdegup sangat kencang,
aku pun sangat gugup ketika mengikuti tes mengaji dan beberapa pertanyaan dari
pondok, tapi Alhamdulillah semua tesnya berjalan lancar hati ini pun akhirnya
sedikit tenang. Ketika barang - barang sudah kupindahkan ke asrama dengan
banyak bantuan umi, lantas umi ingin langsung pulang saja dan sebagai anak
manja mana mungkin mampu ditinggalkan induknya secara tiba tiba
“Umi balik
dulu ya nak, sebelum hari gelap”
Aku menahan
umiku sementara dengan berbagai alasan “mi… itu kan ada ruang penginapan untuk
para wali santri sementara yang disiapkan oleh pesantren, jadi umi bisalah
sementara di sini dulu umi juga kan sudah bawa baju ganti”
“yaudah umi
nginep dulu di sini terus tiga hari lagi umi baru pulang ya..!”
“Iya mik”.
Aku pun
mengikuti masa perkenalan dengan asiknya, namun ketika tiba malam pertamaku di
asrama rasanya sangat aneh dengan aku yang hanya baru kenal dengan satu anak
yang kebetulan kita juga sekamar dan rasa berbeda atau lebih seperti rasa
terpenjara mulai muncul. Lantas lusa aku mengadu pada umi terlebih dulu sebelum
beliau pulang, yang kuadukan hanya rasa sumpek sampai sampai aku menangis, ya
memang memalukan tapi memang itu yang terjadi padaku.
Setelah
mendapat beberapa nasihat aku pun berusaha menguatkan hati agar tegar di dalam
suasana yang berbeda 180 derajat dari di rumah. Jam berganti hari, hari
berganti minggu, hati ini masih belum mampu beradaptasi sepenuhnya, ditambah
dengan konflik aku kurang bisa bergaul dengan anak-anak di sini sehingga ada
beberapa anak yang memusuhiku. Minggu berganti bulan, entah ada kejaiban apa
atau doaku terkabul sebab ada satu anak yang sebelumnya salah satu yang
menjauhiku lantas sekarang malah menjadi teman bicaraku tentang beberapa hal,
dengan begitu aku tahu jika kudekati mereka dengan beberapa hal baik maka satu
atau lebih anak akan menjadi baik juga padaku dan masalah itu tuntas sudah.
Pada bulan
kedua entah mengapa Allah seperti benar-benar ingin menguji salah satu hamba –
Nya, karna alergi kulit yang sudah dua tahun lebih tidak pernah kambuh sekarang
kambuh lagi, “Ya Allah aku berlindung pada-Mu” dengan keadaan alergi kulit yang
tepat berada di telapak kaki sangat menghambat aktivitasku di pondok, setelah
alergiku sembuh ujian kembali menghampiriku dengan berupa sakit tipes, dengan
saran dokter agar tak banyak melakukan aktivitas yang melelahkan aku tak bisa
melakukan saran itu jika dipondok sehingga mengharuskan diri ini untuk dirawat dirumah
saja selama 2 minggu sampai benar benar sembuh total.
Kedatanganku
ke pondok setelah 2 minggu di rumah ternyata disambut oleh beberapa kawanku,
senang rasanya. Kembali ke rutinitas di pondok dan sepertinya aku telah lulus
dari beberapa tes, dan kini aku sedang berjuang mengejar keterlambatanku dari
pelajaran diniyah dan umum. Alhamdulillah aku berhasil mengejar walau tak
sepenuhnya. (TENG TENG TENG TENG TENG TENG) “Aarrkh…. Berisik” Yah suara
gerbang di waktu subuh memang sangat berisik tapi itulah yang membantuku untuk
tidak terlambat melaksanakan kewajibanku di pagi hari. Sepulang dari masjid
masih ada waktu paling tidak setengah jam sebelum pengumuman untuk mandi, jadi
kumanfaatkan untuk kembali terlelap. Waktu memang sangat berharga disini. “DAR HAIDAR
BANGUUUN UDAH JAM BERAPA INI?” aku
dikejutkan dengan teriakan teman sekamarku, dan aku langsung bisa mengerti
bahwa aku terlambat bangun untuk mandi. Tanpa pikir panjang aku segera
menyambar handuk dan alat mandiku lalu berlari menuju kamar mandi yang ternyata
antrianya masih panjang “Oh mati aku” aku berkata pelan.
“Ayo yang
masih di dalem asrama cepet keluar, ayo cepet cepet!” suara keamanan asrama
membuatku semakin gugub “Tunggu bentar…” aku berlari turun ke bawah dari lantai
dua sambil berteriak. “Loh pake seragamnya yang bener dong Dar, haha” setelah
kulihat seragamku ternyata memang kacau, kancingnya acak acakan semua. Tidak
terkunci di asrama bukan berarti sudah tidak ada rasa gugub lagi di dadaku,
lantas aku segera menuju ruang makan dan mengisi perut ini dengan kebutuhan
yang kuperlukan “Ayo ayo, kok banyak yang terlambat ini?” kecepatan makanku
seketika meningkat saat aku mendengar Ustad piket keliling untuk mencatat
santri yang terlambat, aku langsung mencuci piring dan menaruhnya di lemari
piring untuk digunakan kembali nanti siang.
Aku berlari
dari ruang makan menuju kelas tanpa tau apakah tadi aku dicatat oleh Ustad atau
tidak. Beruntuntungnya aku karna saat tiba di kelas Ustad pengajar diniyah hari
ini ternyata sedikit terlambat juga, yah dipondokku pelajaran diniyah memang
diletakkan di waktu pagi hari dengan harapan agar mendapat berkahnya sampai
pelajaran umum berakhir. Ketahuilah kawan jika santri terlambat mandi maka akan
terlambat makan juga, telambat makan otomatis terlambat masuk kelas juga, huh…
tapi hari ini masih ada sedikit keberuntungan untukku, alhamdulillah.
Sepulang
dari sekolah aku ingin sedikit bersantai di sore ini dengan bermain di warnet
pondok yang harganya lumayan terjangkau, kelebihan lain di pondokku memang
disediakan warnet khusus untuk santri yang dibuka sore hari, mungkin fasilitas
seperti itu tidak didapati di pondok lain dan kebetulan sore ini aku sedang
tidak ada les atau kegiatan lainnya. Biasanya sore hari ada juga sich kegiatan
ekstra berupa olah raga atau kursus. Setelah puas bermain di warnet aku menuju
kamar untuk mengambil gamis dan segera ke masjid untuk persiapan sholat magrib,
aku dan santri lainnya turun masjid setelah membaca doa setelah sholat isya dan
sholawat, di perjalanan dari masjid ke asrama aku sedikit ngobrol dan bercanda
dengan beberapa temanku. Setelah menaruh gamis di gantungan kamar aku pergi ke
kantor pengambilan uang jajan untuk kemudian kugunakan membeli lauk tambahan di
kantin, setelah makan malam aku hanya di kamar bercengkrama dengan anak anak
selorong. Kulihat jam masih menunjukkan 20.30 tapi mataku sudah ngantuk,
mungkin badanku terlalu capek berlarian kesana kemari tadi pagi.
Sekarang
hari kamis yang hanya ada jam diniyah dan ekskul tanpa jam umum haha, lumayan
santai memang di kamis. Malam jumat tiba, kau tau malam jumat adalah malam yang
paling kusuka dari sekian banyak malam lainnya, karena pada malam jumat akan
diputarkan film film terbaru dan terjamin aman untuk ditonton oleh santri. Film
hari jumat biasanya berlangsung dari sehabis makan sampai jam 10 malam, jadi
setelah nonton film semua santri langsung tidur untuk menyiapkan diri di hari
jumat pagi. Pada Jumat pagi seluruh santri yang ingin keluar pondok dibolehkan
untuk membeli kebutuhan masing masing, dan kembali maksimal pada 10.30 jika
terlambat maka akan ada konsekuwensinya sendiri.
Bulan
berganti tahun, dan alhamdulillah tahun
pertamaku berada di pondok berjalan lancar. “Selamat datang liburan” liburanku
berlangsung dengan sangat bahagia sampai aku lupa bahwa besok aku sudah balik
lagi ke “Penjara suci” dan pada tahun kedua disini aku melihat wajah wajah baru
lagi yang beberapa diantara mereka seperti sedang merasa apa yang pernah kurasa
saat masuk ke pondok. Tahun keduaku dipondok akhlak sebagai seorang santri harus
lebih baik dari kemarin dengan cara memulai untuk tidak melanggar segala macam
aturan yang ada di pesantren maka akhlak yang baik akan tumbuh dengan
sendirinya karena sebuah pembiasaan yang baik.
Ketika
sedang di kelas salah seorang temanku bertanya pada ustad yang berada di kelas
“Ustad, ana
sudah rutin belajar baik dikelas maupun di asrama. Tapi kenapa ana kok masih
kurang paham dengan pelajaran yang ana pelajari ustad?”
“Ustad
jawab pake cerita aja ya, yang lainnya juga dengerin ya” jawab ustad
“Na’am ustad”
seru kami
“Alkisah
ada seorang murid yang sangat bodoh meski sudah belajar ke banyak ulama besar
kala itu, namun murid ini tetap tidak bisa memahami apa yang ia pelajari hingga
pada suatu hari murid ini menyerah dan menerima keadaan bahwa dia adalah orang
paling bodoh yang tak bisa sama sekali memahami ilmu yang dia pelajari. Murid
ini pun pergi mengasingkan diri di gua dengan membawa buku buku yang diberikan
oleh para gurunya, setelah sekian lama murid ini berada di dalam gua dia
melihat batu keras yang sangat besar namun ketika diperhatikan kembali ternyata
ada lubang yang dalam di tengah batu itu. Dengan penuh rasa penasaran murid ini
melihat tepat diatas lubang pada batu itu ternyata ada tetesan air. Murid ini
akhirnya menyadari satu hal, bahwa jika batu yang keras sekalipun di tetesi
oleh air secara terus menerus tanpa henti maka batu tersebut mampu berlubang.
Sama halnya dengan otak, jika kita asah otak kita dengan belajar terus menerus
secara rajin dan tekun maka kita akan memahami ilmu yang sedang kita pelajari”
“Lantas apa
makna dari cerita tersebut ustad?” Tanya seorang murid dikelas
“Jika antum
merasa tidak bisa memahami sebuah pelajaran maka antum hanya perlu lebih giat
lagi dalam belajar, maka suatu hari antum pasti akan bisa memahaminya” jelas
ustad
“Paham
semuanya?” tanya ustad
“Paham
ustad, sukron” jawab kami.
Pada sebuah
malam aku mendatangi salah seorang ustad yang berjaga di asrama untuk bertanya
beberapa hal.
“Ustad
kenapa sih kita lebih dianjurkan untuk menuntut ilmu di pesantren?” tanyaku
pada ustad Ali
“Gampang
aja jawabnya, ya karena di pesantren para santri akan lebih terjaga dalam
bentuk apapun daripada di luar pesantren. Contohnya jika para murid di luar
pengetahuan agama mereka tidak seperti mereka yang bersekolah di pesantren.
Santri juga lebih terjaga dalam pergaulan, mungkin beberapa santri jika tidak
masuk pesantren mungkin sudah melakukan pergaulan bebas yang melanggar syariat
agama. Nakalnya anak pesantren juga paling cuman melanggar bawa hp ke asrama,
telat, paling parah mungkin ya kabur, tapi coba bandingkan dengan nakalnya
remaja di luar sana mungkin diantara mereka sudah ada yang tawuran, minum
miras, dan bahkan yang paling parah sudah mengkonsumsi narkoba. Akhlak dan
pengetahuan agama juga tentu lebih diperhatikan di pesantren sehingga memiliki
bekal untuk menjadi pemimpin yang berlandaskan agama Islam. Itu beberapa alasan
penting kenapa kita lebih memilih untuk mondok ya Haidar.” Jelas ustad Ali
padaku
“Na’am
ustad, kalau menurut ustad cara biar ga sumpek gimana ya?” tanyaku lagi pada
ustad Ali
“Setiap
orang sih punya cara yang berbeda beda untuk menghilangkan rasa sumpek, tapi
kalau ustad ya banyakin temen aja di pondok biar pergaulannya nggak sama satu
anak aja, terus biar banyak yang mensupport disaat kita sedang banyak masalah,
temen juga pasti sering bercanda bareng kita nah dengan bercanda itu kadang
rasa sumpeknya pun terlupakan dan terganti dengan rasa seneng bareng temen.
Juga jangan melanggar aturan pesantren, melanggar bukan cara untuk pelarian
dari rasa sumpek karena semakin kita melanggar sebenarnya fitrah kita sadar
bahwa hal itu salah dan merujuk hati semakin sumpek. Terus cari kegiatan yang
positif seperti olahraga misalnya, olahraga membuat kita sehat juga membuat
kita lebih bahagia dan rasa sumpek pun hilang sudah. Paham Dar?”
“Paham
ustad, sukron ya ustad”
“Na’am
Haidar, afwan”.
Mondok
memang gitu bro pasti ada aja gaenaknya bahkan bukan cuma mondok doang,
kehidupan biasa juga kalo enak terus terusan ya kita bakalan lupa sama yang
namanya bersyukur. Contohnya seperti di pondok kita makannya nggak enak, tapi
sekalinya kita makan di luar atau dirumah dan merasakan makanan yang lebih enak
kita akan bersyukur. Lalu juga jika di pondok rasanya seperti di penjara saat
bisa keluar dari pondok kita lebih bersyukur bisa menikmati hidup yang indah.
Dan lagi dibalik rasa nggak nyaman atau rasa nggak enak di pondok sebenarnya
itu semua demi kebaikan kita loh bro, so jangan bosen bosen mondok, tetaplah
meng – Esakan Allah dan jangan lupa untuk membaca mengucap Bismillah disaat
ingin memulai seuatu ya bro. SALAM SANTRI
#BANGGAJADISANTRI
Isinya bagus.. Semoga bisa mengembangkan bakat jadi Penulisnya.. Amien..
BalasHapusSantri yg hebat
BalasHapusCeritanya sangat menginspiratif utk trs berbuat baik.
BalasHapusSemangat buat adk haidar.. Dn smg trs menginspirasi..
BalasHapusSemoga dari tulisan ini akan terlahir banyak lagi karya-karya tulis yang berkualitas ya mas Haidar. Terus asah kepekaan terhadap lingkungan sebagai bekal dan referensi dalam mencipta. Doa kami selalu untuk kesukseaanmu mas.
BalasHapusAamiin mi..semoga memuaskan mi
HapusAamiin..
BalasHapusAamiin..
BalasHapusSubhanallah...semangat terus ya dek..semoga bermamfaat aamiin.
BalasHapusMantap... Anak muda kreatif dan inovatif... Sukses... Salam santri
BalasHapusBagus.... tingkatkan terus dengan banyak menulis
BalasHapusbagus bagus! jangan lupa baca cerpenku juga:
BalasHapushttp://www.radarbangsa.com/read/15598/Hayya-Alassholah/
Super....excelent...sykses selalu
BalasHapusLuar biasa mas,sempet mbrebes Mili baca paragraf awalnya dengan wanita super hebat yang sangat patut dibanggakan,
BalasHapusSukses selalu ππ
Nice π
BalasHapusCerita yg sangat menginspirasi.. Bagus sekali ππ
BalasHapusMantap nak
BalasHapusSmg sukses ya ....lanjuuutkan hobymu nak
Bagus bangeet ceritanya ππππ
BalasHapusBude salut
Bagus bangeet ceritanya ππππ
BalasHapusBude salut
Bagus bangeet ceritanya ππππ
BalasHapusBude salut
Mantap nak
BalasHapusSmg sukses ya ....lanjuuutkan hobymu nak