3 Aspek Dalam Logika Ilmu Filsafat
LOGIKA ILMU
Ilmu disini
mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan yang mengacu
pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata
logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal. Dalam berpikir
ilmiah, peran logika ilmu sangat dibutuhkan dan menempati beberapa peran.
Berikut 3 metode berpikir ilmiah:
1.
Positivisme
Positivisme adalah metode filsafat yang menngemukakan ilmu alam
sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar atau rasional dan menolak
aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Istilah ini digunakan pertama kali
oleh Saint Simon (sekitar tahhun 1825). Positivisme berakar pada empirisme.
Prinsip filosofik tentang positivisme dikembangkan pertama kali oleh empirist
Francis Bacon. Tesis positivise adalah: bahwa ilmu adalah satu-satunya
pengetahuan valid, dan fakta-fakta sajalah yang mungkin dapat menjadi obyek
pengetahuan. Dalam perkembangannya ada tiga positivisme, yaitu positivisme
sosial, positivisme evolusioner dan positivisme kritis.
Auguste Comte (1798-1857) sering
disebut “Bapak Positivisme” karena dia adalah pencentus teori tersebut.
Positivisme adalah real, tidak khayal. Ia menolak metafisika dan teologik.
Jadi menurut dia ilmu pengetahuan harus nyata dan bermanfaat serta diarahkan
untuk mencapai kemajuan.
2.
PostPositivisme
Maka teori post positivisme adalah kebalikan dari teori
positivisme. Bergantung pada kontek value, kultur, tradisi, kebiasaan, dan
keyakinan. Natural dan lebih manusiawi. Dengan cara berpikir yang subjektif
asumsi terhadap realitas. Kesadaran berilmu pengetahuan yg pertama-tama adalah
kesadaran manusia tentang objek-objek intensional. Dua arti objek intensional:
semantik dan ontologik.
-
Makna
semantik intensional: bila tidak dapat ditampilkan rumusan equivalennya (satu
makna).
-
Ontologik:
sesuatu dikatakan intensional bila kesamaan identitas tidak menjamin utk
dikatakan equivalen atau identik Inti Pemikiran Husser
-
Intensionalitas:
pengembangan konstruk teori harus (mengarah, aktif, rasional), yang subjektif,
paralel dg penamaan kita. Logika transendental-pengalaman intersubjektivitas.
Seseorang merupakan subjek pengalaman sendiri, tetapi orang lain juga menyadari
adanya perilaku eksternal. Kedua akan saling sharing dalam membangun
dunia, budaya, dan nilai.
3.
Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri (Von
Glaserfeld). Pengetahuan bukan tiruan dari realitas, bukan juga gambaran dari
dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif
melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema
yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut.
Maka bisa kita definisikan bahwa kontruktivisme adalah kaum
yang beranggapan bahwa pengetaguan merupakan bentukan manusia itu sendiri dan
bersifat majemuk yang mana sangt sulit untuk digeneralisasikan, karenanya makna
yang didapatkan seseorang atau ilmu merupakan bentukan dari apa yang dipelajari
orang tersebut sebagaimana realitas bagi dirinya sendiri, dan tidak berlaku
bagi semua orang.
Referens:
-
Jujun
S. Suriasumanteri, 1990, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan
-
Kukla,
Andre. Konstruktivisme Sosial dan Filsafat Ilmu: (Jendela, Yogyakarta) 2003.
-
Wikipedia.
Komentar
Posting Komentar